Totalitas, Integritas dan kredibilitas adalah nyawa dalam berbisnis. Tiga point tersebut menjadi karakter bisnis Muhammad sewaktu remaja. Kejujurannya dalam mengelola dagang terkenal di seantero Arab, tokoh-tokoh senior Mekkah kagum dan menaruh hormat hingga orang-orang menggelarinya dengan nama Al-Amin. Hal ini membuat Khadijah yang notabene saudagar kaya tertarik untuk menjadikan Muhammad sebagai Manager bisnisnya yang kemudian dijadikan suaminya.
Menjadi pribadi yang matang, mapan, kaya raya, memiliki keluarga yang harmonis, adalah mimpi semua orang normal. Semua keidealan ini plus kehormatan dimiliki oleh sosok Muhammad selama 15 tahun, yaitu sejak menikah dengan Khadijah dari usia 25 sampai 40 tahun. Lalu apa yang terjadi setelah usia Muhammad 40 tahun?
Sungguh, semestinya Muhammad merasakan hasil dari semua pencapaian hidup yang dirajutnya selama itu. Namun seorang yang tadinya dihormati kemudian dihina, seorang yang tadinya disanjung kemudian dicaci-maki, seorang yang tadinya dielu-elukan kemudian dicibir. Hanya gara-gara "La ilaha illallah", bisnis Muhammad diboikot, interaksi sosial keluarganya dikebiri, nama baiknya tercemar dengan tuduhan penyihir, fisiknya disakiti bahkan orang-orang ingin merenggut nyawanya. Tragis. Teramat tragis.
Pada awalnya Rasul menyebarkan risalah Islam dengan pendekatan personal, yaitu pendekatan yang dilakukan dengan cara face to face, secara diam-diam, sembunyi-sembunyi (Da'wah Sirriyah). Kemudian setelah pengikutnya terus bertambah, Rasul memusatkan dakwah diam-diam ini di rumah Al-Arqam bin Abi Al-Arqam. Sampai berjalan 3 tahun, Rasul dan beberapa sahabatnya memulai berdakwah dengan terbuka. Abu Thalib paman Nabi sebagai tokoh Mekkah menjadi individu penjamin atas keberlangsungan dakwah Islam yang dibawa Muhammad. Orang-orang Musyrik Mekkah tak berkutik menghadang Muhammad, terlebih setelah dua tokoh Mekkah yang ditakuti; Hamzah bin Abdul Muthallib dan Umar bin Al-Khattab memutuskan untuk masuk Islam.
Mungkin kita akan mengungkapkannya dengan kalimat "Sakitnya tuh disini". Ya, ini tentang tahun kesedihan, yaitu tahun dimana dalam satu tahun itu Rasul merasakan kesedihan, kepiluan, gamang, galau dan penderitaan yang bertubi-tubi. Pada tahun ke-10 kerasulan Muhammad, Khadijah istri yang hebat itu wafat, sebulan setelahnya, Abu Thalib paman beliau meninggal dunia. Mereka berdua adalah unsur motivasi horizontal dalam keberlangsungan dakwah Islam. Penderitaan membabi-buta dirasakan oleh keluarga dan sahabat-sahabatnya. Kaum Musyrik Mekkah semakin leluasa menyakiti Rasul, meludahi, melempar batu, memasang duri di pintu rumah Rasul. Sejarah mencatat rentang ini sebagai 'Am Al-Huzn (tahun kesedihan).