Perlahan, lembut mengalun. Petikan akustik itu memecah sepi di depan reot gubuk kontrakan. "Ibu", itu judul lagunya, dari Iwan Fals. Hari ini, aku rindu lantunan itu. Betapa separuh dekade tak bertatap, kontakpun tergunting. Terakhir kudengar kau bekerja di kota tempat dahulu kita pernah bermain malam; saat sejumput keinginan tinggal dikecap.
Kau sangar, urakan, pembangkang, semau tindak. Namun di balik raut garangnya menyimpan gurat antonim, itu nilai dariku. Wajar kubilang sangar, seragam putih birunya kerap memerah dan robek-robek di setiap minggat dari sekolah. Melulu tawuran.
Pernah haruku membiru saat aku pulang dari pondok ketika kamarau panjang matamu, tiba-tiba mendadak gerimis. Langit hatiku ikut mendung bersama senyuman. Ini kali pertama kusaksikan sebuah momentum langka.
Dulu kita berlomba melompat jauh, aku sanggup melawan, tapi jiwa kompetitif tak diduga muncul. Kakimu memacu cepat, dan aku tertinggal. Ya, balapan baca IQRA. Masih jelas terekam lari-lari malam kita di trotoar jalan mengejar Sun Go Kong dan The Kung Fu Master.
Bang, tanggal lahirmu adalah simbol kemenangan, bersejarah di Negeri kini kumenantang hidup, dimana pasukan Bintang David Biru anjak tumit dari Semenanjung Sinai. Bang, mari berlomba lagi !!