Adalah suatu keajaiban kaki telah melangkah sejauh ini. Sesekali berhenti meraba silam, ternyata bergumul kaki-kaki yg masih tertatih. Meskipun begitu, pendakian harus dilanjutkan. Perjalanan masih panjang, terdapat duri & beling menghadang lagi, untuk ditaklukkan lagi.
Apa gunanya menampilkan embel-embel jejak yg tengah melambung, sementara tangan ini terus mengepal diatas rangkak jiwa-jiwa yg pernah kutemui dalam lembah. Jejak ini memang harus berlanjut, namun tak begitu perlu ku kibar-kibarkan embel-embel itu!
Ya... semestinya demikian, sejauh apapun aku melompat, sejauh itu pula aku membawa titik nol. Titik pusat dimana aku pernah menyebur, titik jati diri, titik kearifan lokal. Jika ku tak mampu begitu, untuk apa aku mempunyai atribut, atau untuk apa aku hidup sebagai manusia?
Wahai diri... berkeping-keping kristal mata terpecah, membuncah terpendam dalam ngilunya duri yg menusuk, beling yg menyayat. Kenyataan ini memang pahit, karna aku tidak bisa memilih tempat kelahiran oleh diri sendiri. Aku tak perlu berkesah atas lara-lara yg menghampiri, karna energi positif akan selalu membimbingku, aku bisa merajut mimpi, menyulam harapan dalam pola-pola yg sederhana seadanya berkesinambungan, kecuali aku betah bersama mereka yg berada pada titik nol.
.