Lantas, ada apa di balik kajian-kajian ama geliat nulis yang tumbuh subur bagai jamur di musim hujan ini? Tak lain dan tak bukan hanya sebuah konsekuensi logis dari sejatinya spirit kritis Thalabul `ilm. Terutama geliat tulis-menulis, entah itu untuk rubrik-rubrik buletin, ataupun riset ilmiyah. Al-Qur'an sendiri mengeksplisit agar manusia gemar menulis lewat QS. Al-Qalam "Nuuun, wal Qalami wa Ma yasturuuun". Kita tahu bagaimana Ulumul-Qur'an berbicara tentang agungnya reputasi makhluk (dalam ayat ini; Qalam: pena & Ma yasturun: karya tulis) yang disumpah oleh Allah. Senada dengan pribahasa latin yang mengatakan "Verba vallent, scripta manen", atau sebuah Mitsal arab "Man hafizha farra, wa Man kataba farra". Begitu pula dengan perintah membaca dalam QS. Al-Alaq "Iqra". Wededededeeeee...
Di awal term II, semua kajian digelindingkan. Tiap hari ada diskusi. Tinggal pilih, mana yang mood. Semenjak liburan Term I, gW tinggal di Mansoura; Provinsi Dakahlea, ngurusin visa temen (Adi Sutarsa) ma urusan nyari keringat. gW sendiri ngerasa rugi ninggalin Zagazig. gW banyak absen di acara pelatihan dan ruang diskusi yang bejibun di Zagazig.
Dua bulan sudah gW di Mansoura. Terdengar kabar bahwa Madrasah Lughah mengalami stagnasi. Pun di Term I (waktu itu gW sedang asyik-asyiknya banting tulang memeras keringat di Katamea Height), cuma satu kali saja diskusi linguistik diadakan. Padahal agendanya sebanyak 8 kali kajian.. Lalu di awal Term II, belum sekalipun kajian Madrasah Lughah diadakan. gW ngerasa tanggung jawab terhadap kemandegan Madrasah ini. Cieee...
Urusan temen belum kelar-kelar. gW rindu Zagazig. gW pulang. Ada Acara Munasharah Palestina di Zagazig. gW juga kangen ama Madrasah Lughah.
Mengenai stagnasi kelas linguistik, ada sejumlah faktor yang menjadi penyebab, diantaranya adalah minimnya referensi propertif dikalangan MASIZIG (Mahasiswa Indonesia di Zagazig). Sedikitnya mahasiswa Lugah Arabiyah yang berdomisili di Zagazig dengan potensi terbatasnya menjadi alasan lain dari stagnasi ini. Hal ini membuat Madrasah Lugah tak seramai Madrasah Hadits, apalagi Tafsir. Madrasah Lugah hampir mirip ama Aqfil. Sepi. Tapi Aqfil masih mending karena anggotanya rada banyak, ditambah senior-seniornya mau aktif. Warga Zagazig pun seperti gak ada yang minat ngikut Madrasah Lugah ini.
Suatu siang gW kunjung ke Maqar. Ketemu Kepala Madrasah Lugah; Hasyim Azhari. Ngobrolin Madrasah. Ujung-ujungnya Hasyim memelas:
“Antum bisa gak jadi pemateri? Sekali aja, Please!”
“gW oke-oke aja jadi pemateri. gW pengen tema diskusinya yang menggigit, kira-kira apa?” Kalau hanya ngebahas Sintaksis ama Morfologi -sebagai mana yang sering diutarakan oleh Yudha Perdana-, orang-orang udah pada pinter” timpal gW.
“Apa aja lah, yang penting ada”, tukas Hasyim.
“Oke, ntar gW nyari tema. Kalo dapat yang gokil, insya Allah gW maju. Tapi gak janji”, gW sok mantaf.
“Insya Allah, Usahakan lah 4 hari lagi!, bit-taufiq ya...”, seloroh Hasyim sambil senyum.
Malam hari gW jalan ke Mahatta, ngilangin suntuk, liat-liat buku di Usra Library, siapa tau ada yang baru. Raba sana, raba sini. gW lihat buku cover biru, Asy-Syu`ara’ Al-Muhditsin Fil-`Ashril-`Abbasi: DR. Al-Arabi Hasan Darwisy. Langsung gW embat ‘n nengok daftar isinya. Waw… keren nih buku. Dalemnya ngebahas enam biografi pujangga kelas kakap Dinasti Abbasiyah (Basyar bin Barad, Abu Nawas, Abu Tamam, Al-Buhturi, Ibnu ar-Rumi ‘n Ibnu al-Mu’taz). gW kecantol. gW selorok duit di saku.
Tiba di flat, gW buka-buka tuh buku.. Sebetulnya gW beli tuh buku karena tertarik Abu Nawasnya aja. Kebetulan di Personal Library gW ada Diwan Abi Nuwas setebel 612 halaman. Tiba-tiba gW terpikir nulis Biografi Abu Nawas dari buku-buku yang gW koleksi. Malahan gW ingin ngajuin “Abu Nawas” sebagai bahan diskusi fakultatif. Di diktat firqah 3 term I Bahasa kan ada mata kuliah Tarikh Adab Abbasi.
Esok harinya gW nyamperin Hasyim. gW bincangkan masalah Abu Nawas. Laksana menemukan oase di hamparan gurun pasir tandus, Hasyim senang eksistensi Madrasahnya akan terbukti di Term II ini.
Sekarang giliran gW repot. Atas dasar “Khoirun-nas anfa`uhum lin-nas”, gW stand by di depan kompi selama 3 hari untuk menulis pernak-pernik sang legendaris dari mulai dibedong ibu hingga dibedong lebai.
gW harus rela ninggalin aktifitas harian; keluyuran. gW kudu siap-siap jadi pemakalah studi biografi yang waktunya tinggal 3 hari lagi.
Lalu, maksud Abu Nawas di DPD itu??? hehe... ya studi biografi di Madrasah Lugah itu.
Kaboooooooor......
------
NB: Makalahnya menyusul (hehe… editing dulu)