Setiap orang pasti pernah gelisah, galau, punya masalah, kesulitan, putus asa, patah semangat, stress, sedih, dan terluka. Tidak ada yg salah, hal2 tersebut sangat wajar dan manusiawi. Lalu jika dalam kondisi itu malah membuat seseorang jauh dari Allah, itu juga hal yg wajar dan manusiawi. Nilai salah dan tidaknya itu bisa diatur oleh hukum relativisme, dibela oleh hukum kausalitas, dan dihakimi oleh Allah kelak.
"من حسن إسلام المرء تركه ما لا يعنيه"
(min husni islamil mar'i tarkuhu ma la ya'nihi)
"diantara kesempurnaan islam seseorang, adalah meninggalkan hal-hal yg tidak layak baginya" (HR. At-Tirmidzi)
Dan hal urgent lain yg perlu direnungkan adalah memahami makna kecerdasan dan kelemahan, sebagaimana yg dinyatakan oleh Rasulullah Shallallahu `alaihi wasallam:
الكيس من دان نفسه وعمل لما بعد الموت والعاجز من أتبع نفسه هواها وتمنى على الله
(al-kaysu man dana nafsahu wa'amila lima ba'dal-mauti, wal-'ajizu man atba'a nafsahu hawaha watamanna 'alallahi)
“Orang yang cerdas adalah mereka yang mampu mengendalikan nafsunya dan berbuat (mempersiapkan amal) untuk masa sesudah mati (akhirat), sedangkan orang yang lemah ialah mereka yang mengikuti hawa nafsunya dan ―hanya― berangan-angan atas ―ampunan― Allah."
(HR. At-Tirmidzi, dari Abu Ya'la Syaddad bin Aus).
.