27 Juli 2011




masuk lagi aku di kelas tambahan
dan kau jangan sampai salah persepsi tentang kelas tambahan ini
karena kelas ini tak ada hubungannya dengan akademi formal
karena kelas ini tak membutuhkan birokrasi pendaftaran

aku bukan orang pertama dan terakhir di kelas ini
dan aku bukan satu-satunya yang duduk di kelas ini
kelas ini begitu istimewa bagiku dan sebagian kau
dan kalau bisa kau jangan sampai ikut-ikutan di kelas ini
aku ingin, hanya aku seorang di kelas ini
tapi mustahil aku mencegah kau
karena pandemi hedonisme sedang asyik merasuk kau dan kau
di minggu ini musim panas menjelang bulan seribu bulan

Label: ,

posted by Kepinding @04.17 // 0 souls being nibbled

24 Agustus 2010


Fanatisme ideologislah penyebab dominan meledaknya peperangan di setiap latar kosmos. Perang yang secara purba dimaknai pertikaian bersenjata, dalam wilayah filosofis merupakan sifat dasar manusia sebagai sarana memperkuat eksistensi diri dengan cara menundukkan kehendak pihak yang dimusuhi.

Sejarah telah mendiktekan bahwa ribuan perang dengan heterogenitas motif telah menggelegar dalam lingkup makro di setiap penjuru dunia dan lingkup mikro pada setiap diri individu. Terlampau banyak buku-buku yang mendeskripsikan kisah-kisah perang sehingga siaga membuat obesitas rak-rak perpustakaan sekaligus menggemukkan sikap pembaca.

Fakta dan data sejarah menyimpulkan bahwa setiap negara di kulit bumi ini tidak ada yang tidak pernah mengalami peperangan terkecuali segelintir seperti Thailand si Negeri Gajah Putih. Adapun perang antar komunitas atau etnis tentunya berlaku disetiap daulat. Pun setiap individu jelas sering mengalami perang batin dalam dirinya. Detik ini pun aku sendiri sedang berperang walau sebenarnya ingin menyerah melambaikan kain putih dengan alasan manusiawi dan kebebasan.

Manusia sejak awal penciptaannya dibebani musuh-musuh yang mengalir dengan sendirinya dalam tubuh yang dikenal sebagai ego dan nafsu. Atau musuh itu bersumber dari pihak asing sebagai parasit yang kesohor dengan sebutan Syetan. Untuk membuat kikuk musuh-musuh tersebut, manusia dibekali logika dan etika sebagai anugerah agung yang akan mengarahkan pada jalur-jalur perdamaian.

Adalah geram memiliki musuh dalam diri. Adalah Be-Te berurusan dengan musuh. Namun demikian, adakalanya sesuatu yang dibenci mempunyai konsekuensi positif, dan adakalanya sesuatu yang disukai berujung negatif. Pada akhirnya, aku harus rela mengangkat senjata atas dasar ideologi dan idealisme yang sedang diusung demi peperangan ini. Perang apakah itu? ala wahuwa Perang Melawan Hawa Nafsu alias puasa tea geuning.

"Ramadhan Kariem, wallah Akram. Kullu 'am wa antum bikhair, wakullu sanah wanahnu ilallahi aqrab."

Label:

posted by Kepinding @10.39 // 0 souls being nibbled

7 Juli 2010

"Kemana aja baru kelihatan?" Tanya Mr. Romi (selanjutnya dipanggil si Cungkring) mengawali.

"Biasa," simpel gW.

"Udah enam hari saya kelayapan Cairo, Sheeba, Qoumea, lohh..." Sambung si Cungkring.

"Kagak nanya, wekss…. tumben Loe jadi gembel."

"Loe tu yang gembel."

"Emang, gW mah gembel dari dulu," sambil sedikit mendorong bahu si Cungkring, "daripada setengah-setengah kayak Loe mending jadi gembel seutuhnya."

Itu sedikit percakapan gW ama Raja Nahwu alias si Cungkring. Kagak ada niatan ngeledek Mr. Romi dengan panggilan yang macem-macem itu. Aturan mainnya: La yaskhar qoumun min qaumin ‘asa an yakunu khairan minhum (QS. 49: 11). Di satu waktu beliau dipanggil Mr. Sibaweih sang ikon gramatika arab konvensional, di waktu yang lain, gW manggil beliau dengan nama aslinya; Warom. Gak ngapa mau manggil apa juga, yang penting orang yang dipanggil gak merasa dihina dan yang manggil gak lepas dari niat yang bener. Kaidah yang dipegang: "muthlaqul-lafzhi fi niyatil-lafiizh"

Ngemeng-ngemeng soal gembel nih, gW punya kaidah analogis, “ibtila'ukum bil-majnun khairun min ibtilaikum binishfi al-majnun." Atau yang sejenisnya “ibtilaukum bil-jahli khairun min ibtilaikum binishfi al-jahl.” Mengingat ulang kaidah ini, selalunya mengingatkan sosok kawan lama gW di Sakan Ma'had Al-Imarat bernama Rudi. Haduh Rudi, kemana Loe, Rud? Gak ada kontak, gak ada angin, moga Loe sehat dan sukses disana, Bro !! Tapi kaidah diatas dibantah oleh Mr. Uus alias Syarif Abdul-Jalil Al-Syirbuni. Beliau bilang: “ya bagus kalo udah setengah jahl tinggal dilanjutkan diasah, insya Allah nishf al-jahlnya berubah,” dengan gaya bicara slow but sure sekaligus dialek cirebon yang melekat lanjutnya, “lagian sepertinya kaidah yang Loe bilang gak mutlak. Ada konsep tholabul-'ilm yang menjadi acuan guna melejitkan intelektualitas seseorang." Wah, tau deh, jiwa kritis Mr. Uus emang top. Betapa tidak, beliau paling demen ngurusin Ushul-Fiqh. Ampun dah gW.

Kembali ke kaidah ibtilaukum, etc. bisa ditarik kongklusi analogis, yaitu, dari pada jadi setengah gembel mending jadi gembel sejati. Tapi kalo ngeliat apologi Mr. Uus, kaidah itu mansukh alias kagak bisa berlaku, soalnya bagaimanapun level atau strata gembel bisa disembuhkan. Intinya, jangan harap jadi gembel, mau setengahnya kek, mau seutuhnya kek, yang jelas posisi gembel bisa dirubah. Tentunya signifikansi perubahan akan bombastis jika motivasi internal dan eksternal menyatu, serupa menyatunya dua insan yang berbeda dalam satu ikatan, sebentuk konsep wihadtul-wujudnya Al-Hallaj, seumpama teosofi menunggaling kawula gustinya Syeikh Siti jenar. Aih.. aih.. aihh.. kok kesini ngawurnya.

***

"Hei gembel"
Nah, ini sapaan biasa dari teman-teman dekat. Panggilan ini biasanya dilontarkan oleh orang keren se-Zagazig. Siapa coba? siapa lagi kalo bukan Ekta Yudha Perdana. Beliau teman satu kampus, satu jurusan, satu tingkat dan satu tongkrongan. gW jarang bertemu beliau, coz equivalensi aktifitas antara gW dan beliau emang jauh. Beliau seorang organisatoris, sedangkan gW seorang komporis. Ha..ha.. istilah baru, mudah-mudahan Loe pade ngerti dah !! gW juga sebetulnya organisatoris di tahun-tahun sebelumnya (rada agul dikit).

Lagi-lagi tentang gembel, si Yudha (panggilan gW buat Ekta Yudha Perdana) pernah ngomong: "Loe tuh emang gembel sejati, teman-teman pada kesulitan nyariin Loe. Suatu anugerah besar orang-orang bisa nemuin ente saat ente dibutuhkan. Tapi pas teman-teman kurang butuh ama Loe, ehh, Loe malah nongol."

Ya, itu semua bukan disengaja. Secara kebetulan aja mengalir dengan sendirinya. gW ngerasa bersalah banget kalo teman-teman jengkel gara-gara kesulitan nyari wujud gW. Pernah Ketua DPD periode XII (Sekitar th. 2007) suatu hari nyariin gW. Waktu itu gW belum punya 'kontak genggam'. Sebagaimana ma'ruf, teman-teman kalo nyari gW biasanya nelponin salah satu penghuni flat yang ada. Malangnya beliau kurang beruntung menemukan eksistensi gW. Sampe-sampe pulsa pribadinya habis Le. 10. Ehh, rupanya gW nongol dari flat 2 di apartement markas mahasiswa Indo-Zagazig. Dikirain Pak Ketu, gW ada di luar apartement. Pas ketemu, tuh beliau geleng-geleng kepala gitu. Wajar, waktu itu gW kagak punya flat, jadinya ngegembel, nginap sana nginap sini.

Pencarian Pak Ketu periode XII ini agak mendingan dibanding Pak Ketu periode XIV (sekarang). Beliau pernah ngabisin pulsa Le. 30 buat nelponin orang-orang nyari Vacum Cleaner yang gW colong. Haha. Sebetulnya hitungan materi-materi tersebut biasa-biasa saja dibanding kekesalan mereka berjuang mencari keberadaan gW. Yang jelas, gW minta sori buat mereka-mereka yang kesal gara-gara repot nyari gW. Sikap peduli mereka wajib gW hormati dan teladani.

Kadang teman-teman nemuin gW lewat update status atau on line di list friends FB. Mereka kebingungan sendiri merhatiin gW yang tiba-tiba nongol di cyber. Entah onlen dimana kagak ada yang tahu. Biasanya mereka nanya: "dimana Loe, gembel? atau "Gembel, posisi dimana?"

Tentang status gembel yang berhasil gW sandang hampir 4 tahun ini, tentunya gW bertanya-tanya sendiri. Sampai kapan ngegembel? Apa enaknya hidup menggembel? Tanya kenapaaaaaaaaaaaa !!








_____
NB: Note ini dirampungkan di Link Internet Café Zagazig sambil nonton rubu' niha'i ka's al-'alam 2010; Almania-Asbania.

Label:

posted by Kepinding @23.56 // 0 souls being nibbled

7 Maret 2010



Paruh kedua bulan Februari kemaren, gW gak bisa keluyuran di Mahatta tuk ngupdate majalah syahriyah, fashliyah ‘n buku-buku serial panutan. Pada awal Maret, gW ada sedikit koin simpanan sisa-sisa kembalian jajan. Dijumlah-jamleh, semuanya 12 pound. Lumayan, beli satu atau dua buah, bisa lah.

Sweeping pertama, tentunya ke overhang Mama Nuba. Sebuah emperan favorit milik ibu separuh baya berskin hitam manis layaknya orang Mesir Selatan, tepatnya kampung Nuba provinsi Aswan. Tapi Mama ini bukan orang Nuba -menurut pangakuan beliau setelah gW tanya dulu-, melainkan orang Zagazig asli. Ah, bodo amat, yang penting gW juluki “Mama Nuba” tuh ibu. Doha Magazine edisi Februari adalah
target utama gW, sekalian edisi Maret, kalau dah turun.

Nyampe di tempat, tuh majalah lom ada juga. Padahal gW ngidam banget. gW ngarep-ngarep yang Edisi Februari. Entah kenapa, tumben kagak muncul. Kata si Mama Nuba Majalah terbitan Qatar tuh memang gak turun dari distributor cabang Sharkeianya. Yo weisss lah, lirik-lirik buku yang laen.

Al-Qur’ân wa Azmah Al-Tadabbur (Al-Qur'an dan Krisis Kontemplasi). Beuhhh, keren nih judul buku. Sepertinya gW harus ngembat.

bi kam hadza ya mama?”

’asyrah junaih yabni

akhudz hadza ya mama

Di tramco, gW sedikit buka-buka. Ada sub judul “Limadza At-Tadabbur?” Kalimat kohesif itu menyuruh gW mengetahui alasan kenapa musti tadabbur. Penulis (Muhammad As-Sa`id Musytahari) naro argumen-argumen prinsipil tentang itu, diantaranya:

Afalâ yatadabbarûna al-qur’ân, am `alâ qulûbihim aqfâluhâ” (QS. 47:24)

gW teringat, perasaan kalimat diatas punya jihat linguistik yang khas. Sesampai di flat, gW ngobrak-ngabrik buku-buku balaghah, dari diktat level 1, 2 dan 3 hingga turats, mu’ashirah ‘n jurnal linguistik. gW nemu istilah “ta’arudh”. Kata ini bermakna “tantangan” dengan tujuan ta’yin ikhtiyari atau menentukan satu diantara dua pilihan. Sebuah kalimat yang bergejala ta’arudh bisa diketahui melalui salah satu 3 partikel; aw, am ‘n illâ, dengan syarat partikel tersebut bukan konteks ‘athf (partikel tendensius).

Seperti misal diatas, objek ditantang untuk memilih, “mau jadi orang lapang dada, atau Loe kepengen disebut orang yang hatinya terkunci?” kesimpulannya, kalau hati gak mau terkunci, Loe musti mentadabburi Al-Qur’an!”

Ta’arudh ini kebagi dua jenis, ada jaliy (eksplisit) ‘n dhimniy (implisit). Contoh yang jaliy, diantaranya:

- ‘Isy karîman aw mut syahîdan

- Qul khairan, aw liyashmut

Uslûb kalimat di atas nyuruh khitab memilih antara dua tantangan. Contoh pertama, “hidup mulia!, atau mati sebagai syahid!” Yang kedua, “Loe kalo mau ngebacot yang bener! kalo kagak bisa, mending diem aja!”. Hehe… ghitu lah kurang lebih.

‘n yang dhimniy, seperti:

- Wal-‘Ashr, inna al-insâna lafî khusr, illa al-ladzîna âmanû wa ‘amilu al-shâlihâti wa tawâshaw bi al-haq wa tawâshau bi al-shabr (QS. 103)

- Yâ Ayyuha al-ladzîna âmanû Qû Anfusakum wa ahlîkum nârâ ….. (QS. 66:6)

Jelasnya, contoh pertama nantangin khitab, “mau jadi orang rugi, apa ogah?” detailnya kayak gini, “kalau ogah jadi orang merugi, Loe kudu berusaha iman, ngelakuin amalan positif ‘n saling menasehati sesama tentang kebenaran ‘n kesabaran”. Dan, indikasi ta’arudh contoh ini adalah partikel “illa

Contoh kedua, nantangin khitab, “mau jadi orang beriman ato nggak?” rinciannya, “kalau mau jadi orang beriman, Loe harus berusaha jaga diri sendiri juga orang-orang sekitar dari laku-lampah yang bisa ngejerumusin ke Neraka.” Sampel yang ini gak ada indikasi partikel, tapi hanya nyiratin ta’arudh.

Adapun letak perbedaan antara si jaliy dan si dhimniy bisa Loe lihat pada simplifikan kalimat. Si jaliy biasanya gak neko-neko, sedangkan kalimat si dhimniy rada suka nguber-nguber. Pokoknya, Loe simpulin sendiri dah dari contoh-contoh yang ada!

gW inget pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di bangku putih-biru, ada yang namanya “Antitesis”. Ya, Antitesis. Contohnya seperti:

“Merdeka! Atau Mati”

“Bergerak! Atau tergantikan”

Loh, loh, loh… kok malah ngebahas ta’arudh ce-es antitesis? Bukannya gW lagi ngomongin tadabbur? Ok coy, lanjut. Tadabbur punya etimologi tafaqquh, dirâsah ‘n ittikhâd, juga punya beberapa sinonim, diantaranya: tafakkur, ta’ammul ‘n tadzakkur. Lalu, apa gunanya gW ngomong semua ini? Heheh.. intinya, gW beli buku Al-Qur’ân wa Azmah Al-Tadabbur ini tak lain dan tak bukan supaya ngukuhin urgensi aktivitas rutin 2 jam dalam seminggu gW yang bernama jilsah yang didalemnya wajib didahului tadabbur AL-Qur’an, juga agar hati gW tetap statis ‘n terhindar dari krisis kontemplasi Al-Qur’an.

Tadabbur Al-Qur’an ini gak hanya di forum jilsah doank. gW ikut-ikutan acara lainnya dalam bingkai tarbiyah seperti liqa’ât, mukhayyam, mabît, tadrîb, i’dâd, bahkan rihlah. gW kepincut ama acara-acara kayak gituan sejak ngampus di Bandung. Bukan apa-apa, gW ngerasa ada atsar spiritual, cieeehhh. Betapa tidak, kawan, dalam moment jilsah, gW dituntut berlatih retorika, mengasah talenta, melatih emosional ‘n belajar disiplin. Jilsah juga sebagai lahan untuk melejitkan potensi, saling mengingatkan sesama ‘n sebuah ladang untuk publikasi intelektual. Ini hanya sarana, bukankah “mâ lâ yatimmu al-wâjibu illâ bihî fahuwa wâjib”? (~!@#$%^&*). 'n masih banyak lagi lingkaran tadabbur Al-Qur’an dengan format yang bervarian di muka bumi ini. Sepertinya, sampai di sini dulu cerita jejak harian gW. And sorry dorry morry, I like strawberry.
--------------

ini dia Mama Nuba penjual koran, jurnal, buku serial overhang pasar terminal Zagazig:





Label:

posted by Kepinding @23.30 // 0 souls being nibbled

31 Januari 2010


Sejak tengah Desember 2009, gak lagi gawe di toko es krim, cuti. No problem, masih aktif ngedistribuisin kue-kue Baraka Catering ama kuli mingguan di Obanez House. Frekuensi belajar diktat kampus pengen lebih ditingkatkan, coz satu bulan lagi ujian, musti fokus.


Di awal januari, kebingungan setengah mati. Kudu punya duit buat ngurusin kelangsungan hidup. Gaji kerja di toko es krim dah habis pake bayar flat Desember kemarin. Itu pun telat. Seperti biasa diomelin si Mamah (panggilan buat Ibu yg punya Apartemen). Di tengah bulan, baru bayar, semestinya gak boleh lewat dari
tanggal 5 tiap bulannya.


Subuh hari, tanggal 5 januari 2010, belum pegang duit. Di awal pagi, nguber ke rumah temen-temen nyari pinjaman (Hahhh?). Butuh ₤ 350 (± $70) buat bayar flat, rusum (tahunan kampus), memperpanjang visa ama beli diktat. Belum beli diktat? Padahal ujian tinggal menghitung hari.


Pagi masih gelap. Langkah pertama menuju rumah Ustadz Endang Lc. Ada si Irul asyik baca buku, sementara Syahilal kawan sekamarnya khusyuk muraja'ah hapalan Al-Qur`an. Laptop si Irul nganggur, tarik saja. Masukin flash disk, ngelanjutin tulisan tentang poliglot.


Ada demonstrasi di Lambung, perut keroncongan. Masih ada kerupuk oleh-oleh haji, digoreng. Si Irul 5 hari yang lalu baru balik dari Saudi, hajian. Krupuk dicolekin ke saus. Mantap, pedas-pedas sueger. Rame-rame makan krupuk.


Rupanya Irul bergegas mau ke Kairo, ngurusin legalisir Syahadah Lc (elsi)-nya. Belum sempet ngutarain maksud kedatangan ke rumah itu. Lanjut, masih ada kawan lain yang bisa dilobi. Hasilnya "Anda belum beruntung". Ke sana nahal, ke sono nohol. Ke sini nihil. Puyeng.


Sore hari balik ke flat. Ngurung diri di kamar. Lama-lama bete, cemas dan sedikit was-was, rasa di kejar kura-kura (!#@$+%^&*=?). Ogah diomelin si Mamah lagi.


Beker menunjukan pukul 11 malam. Tubuh gemeteran. Baru nyadar, dari pagi baru makan kerupuk ama saos. Saku celana diraba, cuma ada 1 pound + bariza (125 Piastres). Beli makanan pun kurang mengenyangkan. Mending jalan ke rumah kawan di komplek Abaza (Mustasyfa Gam'ah) nyari gretongan.


"Hatruh fein? (mau kemana)" tanya Said; orang Mesir satu flat.


"Mustasyfa (Rumah Sakit)", sambil pake sepokat.


"Mustasyfa Seidnawi wa la Mustasyfa Gam'ah? (Rumah Sakit Seidnawi atau Rumah Sakit kampus)" tambah Sa`id yang udah berjam-jam baca buku di Sola (ruang tengah)


"Mustasyfa Gam'ah"


"fih had `ayyan henak? (ada yang sakit?)"


"ohh.. ay na`am ( gitu deh)"


Sepertinya Sa`id yang kuliah di Zagazig University, jurusan Handasah Mi'mari (Teknik Sipil) mengira mau ngelayat orang sakit, padahal mau kunjung ke kawan yang flatnya dekat Rumah Sakit kampus. Lagian emang bener kan di Rumah Sakit ada orang sakit?


Ongkos Tramco 35 Piastres. Duit ada 125 Piastres. Masih ada sisa 75 Piastres lagi, lumayan beli kopi Mix buat begadang.


Wiwiwiwiwiwiwit... Suara bel rumah berkicau.


"Assalamu`alaikum"


"Eh kamu, ....Wa`alaikum salam, malam-malam gini darimana?" ramah Ustadz Doni asal Riau, mahasiswa Pasca Sarjana "Darul Ifta plus America Al-Maftuhah University.


"Gak dari mana-mana, dari rumah"


"Di dapur ada bakso, tadi sore kami buat bakso"


Belum sempet ngomong "saya lapar", beliau dah nyosor duluan nawarin makan. Mujur, memang mujur.


“Ohh ya.. kebetulan lapar”


“Ngambil sendiri ke dapur ya!, ana mau lanjut tidur, Subuh harus ke Kairo, ngampus. Kalau Antum begadang, bangunin ana sebelum adzan Subuh ya!"


"Insya Allah Ustadz"


Alhamdulillah, yang demo udah berhenti.


8 januari, pagi buta.


“Ada lebih gak? Boleh pinjam?”


“berapa?”


“200 pound” (padahal butuhnya lebih dari itu)


“Kalau 50 ada”


“Gak apa-apa, loemayan daripada Loe Manyun” (Loe-nya ke gW)


Berkat rahmat Tuhan yang Maha Esa, pagi itu bisa megang ₤ 50 dari "Al-Qur'an Berjalan".


Karena ingin sarapan, pagi itu beli Dorayaki ¼ kg. dan 2potong roti.


Siang hari, saatnya mencari tambahan. Namun sampai sore tak kunjung dapat.


Merehat di flat. Jam 12 malam, lagi-lagi sadar, ada yang nyanyi keroncong dalam perut. Dari pagi baru makan 2 potong roti. Kali ini gak usah cari gretongan di luar. Ada ¼ kg. Dorayaki di tas yang belum dimakan subuh tadi.


9 Januari. Pusing. Rencana ba’da Subuh mau curhat di Microsoft Word. Di jalan dihadang si Roy.


“Mampir lah ke rumah! Kita minum teh”


“Ane mau ke Rumah si Nano”


“Ke sini aja dulu! Si Nano masih wiridan di Masjid”


Masuk kamar si Roy. Suasananya memang laen. Bau sastra. Bergeletakan buku-buku yang sedang ia baca.


Sambil golek-golek, Roman “Rumah Kaca” Pramoedya Ananta Toer dibuka-buka.


“Nih…!”


“Busyet, loe punya “Ma`alim Fit-Toriq Sayyid Qutub?”


“Seenggaknya, kalo ditangkap bisa jadi bukti” Pernyataan rasional dari seorang Mahasiswa Pasca Sarjana Al-Azhar University juruan sastra.


Si Roy ke belakang. Dari buku-bukunya yang berjajar, terdapat “Mein Kamf” Adolf Hitler. Busyet nih bocah. Dilahap juga tuh buku.


“Dapet dari mana loe “Mein Kamf”?


“Dari Kairo”


“Ohh.. bukan dari toko depan Bank Faysol Muntaza?”


“Bukan. Emang di sana ada?”


“Ada, dua bulan lalu gW umpetin. Gak tau sekarang masih ada atau nggak.”


“Buku keren, sayang lay-outingnya kurang. Kalau mau baca-baca, bawa aja!”


11 Januari. Duit belum kumpul. Yang adapun (yang 50) malah ludes dibayarin utang, terdesak. Ada bantuan dari Takaful (subsidi) DPD buat motokopi diktat, loemayan lagi daripada loemanyun lagi. Yang penting ada pegangan bacaan buat ujian.


Sepulang dari ngopi diktat, siang hari, ketemu si Mamah di pintu Apartement. Habis pulang dari Rumah Sakit katanya.


Kunta fein Yabni? Hatidfa’ igar wa la musy hataskun tsani syahr gai? (dari mana aja, nak? Mau bayar sewa atau bulan depan mau pindah?)”


Malesy ya Mama, ma indi fulus. Haati li furshah yawmain! Agib lak fulus (maaf bu, belum ada duit. Beri kesempatan 2 hari, nanti saya bayar)”


Masyi, ba’thika furshah, Robbuna Yubarik fik (OK, saya kasih kesempatan, Good Bless You)”


Da’watik, asyan imtihanat (mohon do'a untuk kelancaran ujian saya!)”


Bit-taufiq wan-najah (Allah Pemberi Pertolongan, semoga sukses)”


Tanggal 13 belum ada uang juga. Distribusi kue-kue Catering akhirnya berhenti berhubung yang punya perusahaan konsentrasi kuliah di Kairo. Pun kuli di Obanez House, yang punya Home Industri sibuk persiapan ujian. Asli gak tenang baca buku. Tiap saat kepikiran si Mamah terus.


15 Januari, satu hari menjelang ujian, gW nyamperin rumah si Roy nyari 'ilham'. si Roy mengulurkan saran agar gW silaturahim ke Pendekar Yana (panggilan pribadi buat Suhu Thifan Po Khan Tsufuk Lanah Mesir; Yana Heriana). Solusi kongkrit lumayan bijak akhirnya turun juga. Dan, 18 jam menuju imtihan si Mamah tersenyum, sedangkan gW empot-empotan ngadepin diktat-diktat yang masih suci belum ternodai. Apa yang telah terjadi, sedang, akan dan tak akan pernah adalah atas Qudrah dan Iradah Sang Maha Kongkrit. Prikitiwwwww....


(Dorayaki Mesir)



Label:

posted by Kepinding @05.11 // 0 souls being nibbled

4 Januari 2010


Sepatu ceper Converse. Celana Jeans millenium ngepas. Baju ngetat belang putih coklat lengan panjang. Sal abu-abu melilit leher. Rambut kecoklatan agak panjang melintir di belakang. Diktat kampus di lengan kanan. Tangan kiri berkeliaran membenahi bagian penampilan yang kurang sip. Lelaki itu menanti angkutan umum di halte Mansheet el-Salam.

Tramco setengah kosong tiba. Orang-orang berebut naik. Lelaki itu duduk di bangku depan. gW dapet di samping kanan dekat kondektur.

“Sepertinya ada yang ganjil”.

Lututnya dirapatkan, sementara
kelingkingnya sedari tadi mengacung. Dugaan gW semakin kuat.

“Baru kali ini nemuin (dengan tidak mengurangi rasa hormat dan merendahkan harkat martabat) bencong Mesir. Dikirain gak bakalan ada, rupanya hari ini ditakdirkan seangkot ama tuh jenis”.

Ngemeng-ngemeng soal “uwa ria” nih yaw (wadowww ketularan logatnya nih), jadi pengen nulis ciri-ciri kata dalam bahasa arab yang bermuatan feminin ama maskulin.
Dalam grammatikal arab, penggunaan nama untuk laki-laki dan perempuan (kagak untuk nama-nama non arab) bisa dibedakan pada huruf akhir dari kata tersebut. Lebih jelasnya, suatu kata diindikasikan perempuan atau sifat feminin jika pada ujungnya terdapat salah satu identitas sebagai berikut:

1. Ta’ Marbuthah ( ة ), yang jika dibaca waqaf /sukun, maka akan terdengar ponetik huruf “h”, seperti: فاطمة (Fatimah), سارة (Sarah), جنة (Jannah), سعيدة (Sa`idah), مطمئنة (Muthma`innah), شافعيّة (Syafi`iyah), مذمومة (Madzmumah), هداية (Hidayah), محجّبة (Muhajjabah) dll.

2. Alif Ta’nits Maqshurah ( َى ), yang ditulis setelah huruf berharakat (baris) fathah, atau yang kita kenal dengan sebutan “Alif bengkok”, seperti: ذكرَى (Dzikra), هُدَى (Huda), سلمى (Salma), أولى (Ula) dll.

3. Ta’ Ta’nits ( ت ) yang didahului padanan Alif = “ات”, yang merupakan Jama' Mu`annats Salim (bentuk plural feminin) dari kata-kata yang beridentitas diatas {Ta’ Marbuthah ( ة ) dan Alif Ta’nits Maqshurah ( َى )}, dan jika dibaca waqaf /sukun, maka akan terdengar ponetik huruf “t” seperti: جنات (Jannat), مسلمات (Muslimat), محجّبات (Muhajjabat), ذكريات (Dzikrayat) dll.

Adapun untuk kata yang gak didapati ketiga ciri diatas, maka jelas berarti maskulin, seperti سعيد (Sa`id), شافعيّ(Syafi`i), مسلم (Muslim), ذكر (Dzikr), محمد (Muhammad) dll.

Khusus buat point ke dua ama ke tiga, terdapat kriteria-kriteria khusus untuk mengidentifikasinya. Pembahasannya lumayan panjang ‘n agak meribetkan.

Terlepas dari kriteria poin dua dan tiga, dijumpai pengecualian atau mungkin bisa disebut fenomena bahasa, yaitu, ada kata feminin secara harfiyah, namun maskulin secara makna. Begitupun sebalinya. Supaya lebih jelas lagi, dalam buku “Rijalun Hawlar-Rasul” plus “Sahabiyat Hawlar-Rasul” karya sejarawan Khalid M. Khalid ama “Sirah Nabawiyah” Ibnu Hisyam bisa ditemuin nama-nama tokoh seperti: طلحة (Thalhah), حمزة (Hamzah), عبيدة (Ubaidah), رواحة (Rawahah). مسيلمة (Musailamah), المغيرة (Al-Mughirah), قتدة (Qatadah), أسامة (Usamah), هند (Hindun), زينب (Zaynab), سعاد (Su`ad), مريم (Maryam) dll. Juga kata sifat atau kata keterangan seperti: حائض (Ha`idh), طالق (Thaliq) dll.

Kalo di urai, secara diktif, kata حمزة (Hamzah) mempunyai ciri feminin, yaitu Ta’ Marbuthah ( ة ), namun secara maknawi kata tersebut merupakan nama bagi seorang Sahabat Rasul Saw. yang mendapat julukan Sayyidusy-syuhada (Pemimpin orang yang mati syahid); ialah paman Rasul Saw. yang syahid pada Ma'rakah Uhud. Fenomena seperti ini dalam gramatikal arab di sebut Sima`i (Auditik).

Pun kata حائض (Ha`idh) yang berarti menstruasi, gak nampak alamat feminitasnya. ia merupakan kata yang biasa disandarkan pada kaum hawa yang udah balig, dan dalam kaidah bahasa arab, kata tersebut semestinya diakhiri dengan Ta’ Marbuthah ( ة ). Dalam dunia linguistik, kata-kata seperti Hindun, Zaynab, di atas di sebut Mu`annats Majazi (Feminitas implitis). Lagian, mana ada penisbatan kata haid buat laki. Bencong juga kagak haid (…. bego Loe). Nah kalo Huntsa (shemale: ing)? weleh, lom tau, musti riset, hehe…

Intinya, jika hanya berpatokan pada grammar, bisa-bisa setiap kata yang mengandung Ta’ Marbuthah ( ة ) diklasifikasikan ke dalam kategori feminin dan yang nggak mengandung Ta’ Marbuthah ( ة ) adalah maskulin. Tapi, fenomena seperti ini sedikit dijumpai.

Teringat buku yang dipinjemin ke si Rama. "Qashidah Muwasysyahat" Ibnu Hajib. Isinya memuat kumpulan kata Mu`annats Majazi yang biasa ditemukan dalam kehidupan sehari-hari.

Label:

posted by Kepinding @10.33 // 0 souls being nibbled

26 Desember 2009


Mabruk, orderan gW hari ini gak habis. Pasaran merosot. Customer sepi. Sore hari selepas mondar-mandir sana-sini, gW cabut ke flatnya Ust. Doni, nyetor hasil jualan kemaren yang nyisa setengah stok.

Rupanya malem hari ada Haflah Hijriyah di flat Marjuan. Nyate ayam bumbu padang. Buju bunengggg, tadinya mo balik ke humz. gW urungin ampe
clambakenya selesai.

Di sana gW jumpai tamu-tamu terhormat, seperti Al-Hafiz bin Saiful Fata. Tulangku Ahmad Dahlan, Muslim Amansyah ma yang laennya. Partynya kecil-kecilan. Cuma orang-orang tertentu yang diundang.

Sebetulnya gW gak diundang dalam party itu (Wedeh, rupanya?). gW slonong boy aja. Kali-kali “Tatofful”. Lagian keberadaan gW di party gak bakal jadi problem ama “Sohibul Hajat”, malah bisa jadi simbiosis mutualisme (menurut pengakuan sang Tufaili). Niat awalnya pengen ketemu si Wahyudi (temen satu flat Marjuan). Dah lama gW gak guyon ma Wahyudi si Raja Iseng.

Sambil nyantap lontong sate, kite-kite pada ngobrol ngalor-ngidul. Sekitar jam 10, tamu undangan pada balik. gW iseng masuk kamarnya Wahyudi (selanjutnya dipanggil Si Ngkong). Sementara Si Ngkong, sedang asyik main di toilet. gW liat-liat pustakanya si Ngkong. Kutubut-Tis`ah bertengger di sisi kiri rak, "Lisanul Arob" Ibnu Manzhur menclok di kanan bawah. Iri gW ngeliatnya. Mestinya gW yang miara ntuh buku. Betapa nggak, tuh diktionari penting banget buat intelektualisasi gW.

gW noleh ke "Majmu`atul Fatawa"nya Ibnu Taymiah yang ikut ngelengkapin pustakanya Si Ngkong. Tiba-tiba gW hanyut ngebayangin Ibnu Taymiah sang maniak buku dari negeri Haran. Nih tokoh, Neo Kortexnya dahsyat abis. Hapalannya kuat. Kerjaannya dari kecil beli buku, dibaca sambil dihapal. Habis hapal, tuh buku dijual lagi. Beli lagi buku tema baru. Dibaca lagi, dihapal lagi, dijual lagi. Baca, hapal, jual. Gitu….. terus. Mau gak dibilang hebat gimana coba, buku fatwanya aja ada 20 jilid. Belum lagi karya-karyanya di bidang Aqidah, Tauhid, Tafsir, Hadits, Fiqh? Doartzzz… meledak kayak Boom.

gW lirik buku "Muqaddimah" Ibnu Khaldun. Pikiran gW melayang lagi. Walaupun ekspedisi Ibnu Khaldun tak sedahsyat Ibnu Batutah, namun pengetahuan beliau tentang sejarah dunia diakui para sejarawan dunia. Ia tahu sosiologi, sejarah filsafat, ekonomi politik, antropologi dan budaya bangsa-bangsa yang ada di dunia. Melalui gaya bahasa penulisan yang rileks (menggunakan kata ganti orang pertama; aku) dalam karya monumentalnya "Al-`Ibar", Ibnu Khaldun bilang, tak ada di suatu kampung di belahan dunia manapun yang tak terdapat di dalamnya tempat ritual kepercayaan. Apapun jenis kepercayaan itu, baik agama samawi maupun Animisme dan Dinamisme. Jika di suatu tempat, kampung, desa atau kota tak terdapat didalamnya tempat belajar (sekolah), rumah beratap, sumur, sungai, hutan, hewan ternak dll, itu ada, sering ditemukan dan dijumpai.
Allah sendiri yang naro insting spiritual bagi manusia mukallaf (baligh berakal). Hal ini bisa dicek pada seabrek interpretasi QS. 30:30. Bahkan, Ruh sendiri sudah dibekali kesanggupan transenden semenjak diciptakan (QS. 7:172)

Si Ngkong dah selesai urusan ma toilet. Dia nyamperin gW sambil nutup pintu kamar. gW ngobrol santai ma Si Ngkong. Topik kita malam itu “Planing Masa Depan” trus nyerempet-nyerempet ke Urgensi Riset Ilmiyah.
***

Wadowww, dah jam 12.30 aja. balik?… jangan?…, balik?… jangan?… yahhh nyangkut juga gW di rumah si Wahkyut. Pengennya sih cabut, cuman dah terlalu malem. Gara-gara keasyiakn ngobrol. Nginep jadinya.

Tuan rumah pada nyusup ke kamarnya masing-masing. Sementara gW dibiarin bebas di ruang tamu. Mendingan tidur aja. Tapi kagak ada selimut. Widihhh dari pada tidur kedinginan, mendingan nonton TV. Dinginnya gak bakalan kerasa.

Ngantuk gak bisa dibendung. Akhirnya gW tumbang. Sementara TV nyala terus. Malam semakin larut. Tasbih jangkrik semakin nyaring. Kokok ayam pun mulai terngiang mengingatkan manusia bahwa fajar dalam waktu kira-kita 2 jam kedepan akan tiba. Ini event dahsyat bagi para curhater yang siap menumpahkan air mata i’tirafnya. Mengadu sikap yang telah dilaku dan akan dikerja. Sepertiga malam terakhir. Ya.. itu dia. Sebuah singkat waktu yang bisa menjamin keluhan, hajat, unjak-unjuk (bukan unjuk gigi tentunya) dipenuhi oleh Sang Pencipta.

Marjuan terbangun. gW masih tidur ayam alias tidur semi. Marjuan melihat saya menggigil kedinginan. Dia embat selimut kain ihrom di kamarnya, lalu dilemparkannya ke tubuh gW. gW ngerasa anget walau kain ihrom lapuk itu berukuran 1x2 meter. Cukup untuk membuat tidur nyenyak.

Ibtihalat mengaba-ngaba munculnya fajar. Adzan pun mengalun saling bersahut. Dan…. Saatnya menyingkap selimut.


Label:

posted by Kepinding @03.58 // 0 souls being nibbled

6 Desember 2009


Lelah sekali badan ini. Di pagi hari gW keluyuran ngedistribusiin Risoles ama Donut ke Mat'am–mat'am ama ke rumah-rumah mahasiswa Indo. Siang harinya gW ngampus, bukan tuk mungut siraman ilmu dari Dosen, tapi ngurusin administrasi ajaran baru. Seperti biasa, sore hari ampe tengah malem gW gawe di
toko Ice Cream.

Malam itu gW nginep di flatnya Sururi. coz angkutan umum ke rumah gW dah kagak ada. Kalo Taxi sih ada, cuma duit yang ada di saku kurang cukup. Alternatifnya, ya bermalam di flat temen terdekat yg mudah dikunjungi.

Temen-temen dah pada tidur. Insomnia gW kumat lagi. Dari pada bengong gak karuan, gW duduk manis depan kompi, muroja'ah Film "Angel and Demon" tuk ngabisin malam. Sedang asyik2nya melotot, tiba-tiba....

"Ya Ahma... Ya Ahma... Ya Ahma..."

Diluar sana ada teriakan yang memecahkan keheningan malam nan dingin. gW cuek aja. Palingan pemuda gi manggil-manggil kawannya. Dah biasa, gak ada kompromi latar disini mah. Anggap aja ayam berkokok (dari pada anjing menggonggong, huhuy..).

Eh, rupanya gW malah mikirin tuh teriakan tadi, "Ya Ahma".
Ohhh iya, Orang Arab tuh kalo manggil nama, kadang huruf belakangnya di buang. "Ya Ahma" tuh sebetulnya "Ya Ahmad" (Hei Ahmad). Kayak Su`ad jadi Su`a, Sohibi jadi Sohi, Utsman jadi Utsma, Walad jadi Wala ghitu. Dalam dunia grammatikal arab, perihal ngebuang huruf akhir nama orang yang dipanggil, itu disebut "TARKHIM".

"Ash-sholatu was-salamu `alaiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiik..... etc."

Nah Lho, syair-syair yang suka dikumandangkan sebelum adzan subuh itu bukannya disebut tarkhiem juga? Yapsss betull betull betull…, tapi itu mah sinonimnya IBTIHALAT. Beda lagi.

Loe semua dah pada tau kan apa tuh TARKHIM secara terminologi disini. Kalo Loe lom tau, sedikit deh gW ulas.

Eng... ing... eng....... sekarang tulisan gW bakal dicampur-aduk pake Bahasa Indonesia yang baik dan Benar sesuai EYD (glek... glek...).

Bejibun pakar ngebahas "si Tarkhim" ini. Grammarian klasik mengabadikannya dalam karya-karya mereka, seperti Ibnu Jinni dalam Al-Khashaishnya, Ibnu Malik dalam "Al-Fiyah"nya, Ibnu Hisyam dalam "Qathrun-Nada wa Ballush-Shada"nya, Suyuthi dalam "Al-Asybah wan-Nazha`ir"nya, etc.

Para arsitek bahasa klasik seperti di atas menyuguhkan bahasan dalam paket mentah yang kita kenal dengan sebutan Matan dan ini menjadi ciri khas bagi mereka sebagai founding father dunia pembukuan Grammar Bahasa Arab. Adapun generasi sekarang, diberikan kesempatan seluas-luasnya untuk menginterpretasikan paket tersebut sebagai lanjutan. Namun ada juga sebagian mereka yang menggamblangkan bahasan dengan korelasi fenomena sosial, politik, ekonomi atau budaya yang sedang terjadi waktu itu dan masa sebelumnya.

Profesor-profesor kontemporer pun gak mau kalah ngasih kontribusi tulisan tentang Tarkhim ini. Mereka-mereka yang kompeten dalam disiplin bidang sintaksis memodifikasikannya ke dalam berbagai variasi seperti paket Metode Quantum, Riset Komparatif, Studi Kritis, bahkan (mungkin dengan sotoynya melakukan) Rehabilitasi kaidah. Alasannya, bahasa itu kan berkembang. Jadi, so what gitu Lhoo. Bahkan bahasa itu, menurut George Zaydan dalam bukunya "Al-Lughah Al-Arabiyah ka`inun Hayyun" merupakan Makhluk Hidup.

Supaya Loe pade dapet tau lebih detail mengenai tarkhim ini, mendingan Loe buka "Awdhahul Masalik", trus cek bait Al-Fiyah yang ke-608. Di sana Ibnu Malik menggubah 12 bait syair tentang tarkhim, trus di bawahnya Loe baca penjabaran Ibnu Hisyam. Ato, Loe rujuk "Jami`ud-Durus karyanya Musthafa aL-GhaLayini. Bidik Bab "al-Munada aL-Murakhkham", niscaya Anda akan mendapatkan hadiah sebesar 1 Milliarrr.... hahaha, pokoknya seru deh.

Ada yang menarik di seputar kata “Ahma”. Asal Loe tau aja, ini bisa ngandung muatan makna ambigu Lho. Coba sedikit lirik dialektologi arab. Lebih spesifiknya lagi Loe perhatiin bahasa pasarannya orang Mesir. Sebagai contoh, gW uraikan sedikit perubahan dialek abjad yang dipakai di Mesir (terkhusus kota Kairo dan kota provinsi lainnya):

1. Qaf, diubah menjadi Hamzah. Misal: Makhnuq (jengkel), menjadi Makhnu
2. Jim, diubah menjadi Gin. Misal: Yurja (diharapkan), menjadi Yurga
3. Tsa, diubah menjadi Ta. Misal: Tsalatsah (tiga), menjadi Talatah
4. `Ain dan Hamzah, dibaca Sama (tidak terdapat perbedaan ponetis)
5. Dal dan Dzal dibaca Dal (tidak terdapat perbedaan ponetis)
6. De el ellll….

Wow… berarti kata “Ahma” bisa jadi maksudnya adalah “Ahmaq” (seperti Makhnuq, menjadi Makhnu) yang translit bahasa Indonesianya bermakna orang Bego. Wahhh, kudu hati-hati nih kalo manggil nama Ahmad.

gW pernah denger Dosen mata kuliah “Qa`ah Bahts Ushulul-Lughah” di kelas ngomong gini:

“Ketika aflikasi dialek berbenturan dengan kode etik sosial yang berlaku, maka penggunaannya gak bakalan berfungsi seperti biasa. Sebagai contoh, orang Mesir tetap fasih mengucapkan "Al-Qahirah" yang bermakna Kota Kairo. Mereka tidak mengucapkannya menjadi "Al-Ahirah" karena imej pendengar (red: orang yang ngerti bahasa arab)akan mengarah pada makna lain, yaitu Pelacur”.

Jadi, dikarenakan dialek bahasa yang digunakan di Negara-negara Arab itu bervarian, maka dalam tataran implementasi berlaku hukum relatifitas.

Let’s back to objek. Kata “Ahma” mengandung dua kemungkinan makna. Yang pertama adalah panggilan seseorang yang bernama Ahmad. Dan inilah yang disebut tarkhim. Sedangkan, jika konteks “Ahma” dipakai untuk mencaci orang, maka ini bukan tarkhim, melainkan reaksi dialek yang berlaku, karena yang di maksud “Ahma” disini adalah “Ahmaq”.

Lalu ketika ditakutkan terjadi ambiguitas makna dalam pemahaman publik (seperti kasus “Al-Qahirah” dan “Ahmad” tadi), maka tarkhim dan dialek pasaran tidak difungsikan demi terciptanya kestabilan interaksi sosial (caellaa…).

Weleh.. weleh.... asyiek banget kan ngebahas grammar arab, ribet-ribet pusing ghitu (hehe). Eni wei, gitu aja deh.



Label:

posted by Kepinding @08.48 // 0 souls being nibbled

4 Desember 2009


Ok..., berhubung sore tadi gW abis nguber-nguber di Mahatta cari buku Silsilah Ad-Dakha`ir, gw mau ceritain sedikit apa yang gue lakuin selama jalan, bukan objek shoping bukunya yg dibahas di sini, kita fokus objek lensa mata waktu di jalan.

Udah tentu yang namanya jalan, sepasang bola mata gak bakalan luput dari lirik sana-lirik sini, tengok kanan-tengok kiri, depan kena, belakang kena. Dan "wece-wece", adalah bidikan biji mataku. Rada susah sih kalo mo diajak Goddul Bashor (“Menundukkan Pandangan”). Seperlunya aja. Lagian, masa mau nunduk terus waktu jalan, gak lihat kaler kidul kulon wetan, bisa nabrak tiang listrik dong. "Jedughhh.. Wadaw.."

Nah, Kaum Hawa yang gW lihat tuh bervarian (dari segi berfashion) banget, dari yang mulai cadaran, jilbabers ‘n yg sekedar khimaran, bahkan yang `ariyat (dalam konteks Fiqh = terbuka anggota tubuh selain yg di perbolehkan; wajah dan telapak tangan) sekalipun. Kalo ngelihat “ninja-ninja”, wuihhh, Subhanallah, sejuk di kalbu, Tasurrun-Nazhirin kalo bahasa Mushhafnya mah, hehe.. (huss, awas jangan disamain ama Baqarah yang dimaksud ma Nabi Musa, as. waktu ngejawab pertanyaan Bani Israil yang bertele-tele ya!). Hampir sama kalo ngelirik jilbabers (maksudnya yang pake krudung LEBAR, trus lekak-lekuk tubuhnya gak kelihatan), damai hati ini. Tapi kalo dah ngelirik "mozza-mozza" khimaran, hehehe… kayaknya sama aja mirip yang `Ariyat, coz bukannya Rasul Saw. pernah berwasiat pada pengikutnya agar menjaga 3 hal, diantaranya perempuan (An-Nisa’). Sampai Rasul mengulangnya 3x. Dan menegaskan bahwa kelak yang namanya makhluk halus tersebut, akan gentayangan layaknya Bugil walaupun mereka menggunakan penutup/hijab (Kasiyat `Ariyat).

Dagadu!! itulah, gW lom bisa jaga mata seutuhnya. kalo jalan, pasti mata gW liar. Tiada Hari tanpa Dosa. Ohh my God...

"Wa `umri naqishun fi kulli yaum, wa dzanbi za`idun kaifa htimali"
hiks.. hiks..

Segitu aja deh nulisnya. gW mau ke dapur dulu ngiris bawang, biar i'tirafnya puas.
_________
NB: Diperlukan kejelian membedakan makna leksikal antara melirik, melihat, memperhatikan, melotot, menengok, menoleh, menatap dan mengintip.



Label:

posted by Kepinding @09.51 // 0 souls being nibbled

10 Juni 2009


Pagi itu pukul Sembilan. Langit Zagazig cerah, biru tanpa awan. Mungkin juga dengan kota lainnya, karena waktu itu Negeri Ahram sedang summer.

gW bergegas mengambil tas selendang idola berisi paspor, tasdhiq (surat keterangan) dari kuliah dan poto warna 4x6 2 buah yang sudah ku siapkan malam tadi. Dari flat lantai tujuh gW sedikit berlari karena
takut di bukrohin lagi kayak kemarin gara-gara kesiangan dan mendapatkan antrian panjang.

Dari depan Mansheet el-Salam gW menyetop Tramco.
Setengah jalan dihabiskan orang yang sedang gerak jalan program Usbu’ Tsaqafinya Ibu Susan Mubarak sehingga jalan raya agak sempit dan macet.

Nyampe pukul 9.30. Ada lima orang mengantri, lumayan daripada seperti hari kemarin, antrian panjang 30 orang lebih.

Tepat waktu adzan, administrasi selesai. Mampir ke Masjid dekat kantor imigrasi, sekalian berteduh, cuci muka berwudhu, dan menunaikan zhuhur.

Plong terasa punya nyawa di Bumi Kinanah untuk setahun kedepan. gW berlenggang menuju kubri (kolong jalan layang) menunggu tramco pulang. Ada ibu bercadar dengan putri gadisnya usia SD, sama bercadar disampingku. Ibu itu bertanya padaku:

Sa`ah kam dilwakti?”

gW jawab, “setengah dua, Madam”

gW sedikit ingin Mujamalah. Sekedar iseng dan ingin mengetahui statement si Madam itu, yang padahal pertanyaan ini gak mesti seharusnya gW tanyain.

ya Madam, mumkin su`al?”

Oh.. itfadhdhol” dengan dialek Slank yang mantaf.

“Madam ini panas-panas kuat sekali pakai Hijab Munaqqabah. prinsip apa yang Madam pegang?”

Madam itu menjawab:

“Lebih baik kepanasan di dunia daripada kepanasan di akhirat”

Jawabannya yang simpel membuat gW tertegun dan hanyut.

***

Seednawi ya.. Kapten” sambil menepuk pundakku, kondektur tramco mengagetkan.
gW sadar. Lumayan lama gW tertegun. Ibu dan anak gadis itu sudah menghilang. Mungkin sudah naik tramco sewaktu gW hanyut.

gW naik tramco. gW pilih kursi favorit; pojok kanan paling belakang.
Perkataan Ibu tadi masih terngiang. Sambil menatap Sungai Nile pinggiran jalan, hati gW terpaku. "Dahsyat ku rasa".



Label:

posted by Kepinding @10.38 // 0 souls being nibbled

21 Maret 2009


Sering sekali Zagazig meraih prestasi sebagai DPD PPMI terbaik tiap tahunnya. DPD yang sekretariatnya berada di Jantung kota Provinsi Sharkeia ini mengandalkan program-program Departemen Tarbiyah wat-Ta’lim. DPD tanpa Qism ini, ibarat jasad tanpa ruh. Setiap minggu, mesti ada pelatihan yang mendatangkan tokoh Masisir (Mahasiswa Indonesia di Mesir) dari Kairo. Belum lagi frekuensi diskusi di DPD Zagazig lumayan tinggi. Kajian spesifik fakultatif agenda DPD ada empat; Madrasah Tafsir, Hadits, Aqfil (Aqidah & Filsafat) ama Lughah. Untuk diskusi panas, ada "Al-Mujaddid" & "Genesis". Kajian afiliatif, ada "Islah" & "Ikhat". Disusul "Lisanul Arab" & "Al-Qur'an Community (AC)" yang bergerak di bidang pengembangan potensi. Dan Awlad Tafsir khusus tingkat 4 Marhalah ’05 hidup dengan Studi Groupnya. Belum lagi –hampir- setiap kajian meluncurkan buletin tiap bulannya.

Lantas, ada apa di balik kajian-kajian ama geliat nulis yang tumbuh subur bagai jamur di musim hujan ini? Tak lain dan tak bukan hanya sebuah konsekuensi logis dari sejatinya spirit kritis Thalabul `ilm. Terutama geliat tulis-menulis, entah itu untuk rubrik-rubrik buletin, ataupun riset ilmiyah. Al-Qur'an sendiri mengeksplisit agar manusia gemar menulis lewat QS. Al-Qalam "Nuuun, wal Qalami wa Ma yasturuuun". Kita tahu bagaimana Ulumul-Qur'an berbicara tentang agungnya reputasi makhluk (dalam ayat ini; Qalam: pena & Ma yasturun: karya tulis) yang disumpah oleh Allah. Senada dengan pribahasa latin yang mengatakan "Verba vallent, scripta manen", atau sebuah Mitsal arab "Man hafizha farra, wa Man kataba farra". Begitu pula dengan perintah membaca dalam QS. Al-Alaq "Iqra". Wededededeeeee...

Di awal term II, semua kajian digelindingkan. Tiap hari ada diskusi. Tinggal pilih, mana yang mood. Semenjak liburan Term I, gW tinggal di Mansoura; Provinsi Dakahlea, ngurusin visa temen (Adi Sutarsa) ma urusan nyari keringat. gW sendiri ngerasa rugi ninggalin Zagazig. gW banyak absen di acara pelatihan dan ruang diskusi yang bejibun di Zagazig.
***

Dua bulan sudah gW di Mansoura. Terdengar kabar bahwa Madrasah Lughah mengalami stagnasi. Pun di Term I (waktu itu gW sedang asyik-asyiknya banting tulang memeras keringat di Katamea Height), cuma satu kali saja diskusi linguistik diadakan. Padahal agendanya sebanyak 8 kali kajian.. Lalu di awal Term II, belum sekalipun kajian Madrasah Lughah diadakan. gW ngerasa tanggung jawab terhadap kemandegan Madrasah ini. Cieee...
Urusan temen belum kelar-kelar. gW rindu Zagazig. gW pulang. Ada Acara Munasharah Palestina di Zagazig. gW juga kangen ama Madrasah Lughah.



Mengenai stagnasi kelas linguistik, ada sejumlah faktor yang menjadi penyebab, diantaranya adalah minimnya referensi propertif dikalangan MASIZIG (Mahasiswa Indonesia di Zagazig). Sedikitnya mahasiswa Lugah Arabiyah yang berdomisili di Zagazig dengan potensi terbatasnya menjadi alasan lain dari stagnasi ini. Hal ini membuat Madrasah Lugah tak seramai Madrasah Hadits, apalagi Tafsir. Madrasah Lugah hampir mirip ama Aqfil. Sepi. Tapi Aqfil masih mending karena anggotanya rada banyak, ditambah senior-seniornya mau aktif. Warga Zagazig pun seperti gak ada yang minat ngikut Madrasah Lugah ini.

Suatu siang gW kunjung ke Maqar. Ketemu Kepala Madrasah Lugah; Hasyim Azhari. Ngobrolin Madrasah. Ujung-ujungnya Hasyim memelas:
Antum bisa gak jadi pemateri? Sekali aja, Please!”

“gW oke-oke aja jadi pemateri. gW pengen tema diskusinya yang menggigit, kira-kira apa?” Kalau hanya ngebahas Sintaksis ama Morfologi -sebagai mana yang sering diutarakan oleh Yudha Perdana-, orang-orang udah pada pinter” timpal gW.

“Apa aja lah, yang penting ada”, tukas Hasyim.

“Oke, ntar gW nyari tema. Kalo dapat yang gokil, insya Allah gW maju. Tapi gak janji”, gW sok mantaf.

“Insya Allah, Usahakan lah 4 hari lagi!, bit-taufiq ya...”, seloroh Hasyim sambil senyum.

Malam hari gW jalan ke Mahatta, ngilangin suntuk, liat-liat buku di Usra Library, siapa tau ada yang baru. Raba sana, raba sini. gW lihat buku cover biru, Asy-Syu`ara’ Al-Muhditsin Fil-`Ashril-`Abbasi: DR. Al-Arabi Hasan Darwisy. Langsung gW embat ‘n nengok daftar isinya. Waw… keren nih buku. Dalemnya ngebahas enam biografi pujangga kelas kakap Dinasti Abbasiyah (Basyar bin Barad, Abu Nawas, Abu Tamam, Al-Buhturi, Ibnu ar-Rumi ‘n Ibnu al-Mu’taz). gW kecantol. gW selorok duit di saku.

Tiba di flat, gW buka-buka tuh buku.. Sebetulnya gW beli tuh buku karena tertarik Abu Nawasnya aja. Kebetulan di Personal Library gW ada Diwan Abi Nuwas setebel 612 halaman. Tiba-tiba gW terpikir nulis Biografi Abu Nawas dari buku-buku yang gW koleksi. Malahan gW ingin ngajuin “Abu Nawas” sebagai bahan diskusi fakultatif. Di diktat firqah 3 term I Bahasa kan ada mata kuliah Tarikh Adab Abbasi.

Esok harinya gW nyamperin Hasyim. gW bincangkan masalah Abu Nawas. Laksana menemukan oase di hamparan gurun pasir tandus, Hasyim senang eksistensi Madrasahnya akan terbukti di Term II ini.

Sekarang giliran gW repot. Atas dasar “Khoirun-nas anfa`uhum lin-nas”, gW stand by di depan kompi selama 3 hari untuk menulis pernak-pernik sang legendaris dari mulai dibedong ibu hingga dibedong lebai.

gW harus rela ninggalin aktifitas harian; keluyuran. gW kudu siap-siap jadi pemakalah studi biografi yang waktunya tinggal 3 hari lagi.

Lalu, maksud Abu Nawas di DPD itu??? hehe... ya studi biografi di Madrasah Lugah itu.
Kaboooooooor...... 
------

NB: Makalahnya menyusul (hehe… editing dulu)

Label:

posted by Kepinding @20.33 // 0 souls being nibbled

27 Oktober 2008


Jatah makannya di bungkus, dibawa pulang ke rumah. Dibagi-bagi, untuk ibu dan anak-anak bujangnya.

"Kok di muntahkan?"


"Rasanya aneh, baunya anyir, bentuknya mirip ingus. Jangan paksa aku memakannya, pak!"


"Bubur ini kaya serat loh…"


"Bagaimanapun juga tetap gak mau”


Si bujang makan lauk lain. Hanya ibu dan bapak yang makan bubur asparagus tiap sore. Makanan-makanan itu dibawa bapak dari Restoran Purnama setiap pulang kerja. Semenjak di-PHK sebagai dekorator PT. Yulika Floris Jakarta, bapak membuka warung makan, sate & gulai. Warung itu hanya berjalan dua tahun. Karena

terlindas bangkrut, akhirnya tutup dan beralih profesi menjadi sopir Purnama milik China di Pujasera.

Suatu sore, bapak belum pulang juga. Ibu agak cemas, pun si bujang. Di tengah malam, terdengar bising suara motor di luar rumah. Si bujang terbangun. Ada percakapan antara ibu dan bapak di ruang tengah. Itu suara Bapak. Nadanya seperti ada sesuatu.


Tergelak dari tidur, si bujang menghampiri ibu sedang duduk di kursi bambu, dan Bapak berlari ke teras rumah. Rupanya ada tamu di luar sana.


"Ada apa ini, bu?"


"Lanjutkan tidurmu nak! Besok pagi ibu beri tahu”


Pagi, sewaktu minta ongkos bekal sekolah, Ibu ditanya perihal semalam.


"Bapakmu tabrakan Nak. Ada sekelompok racer jalanan balapan liar. Racer terdepan beradu dengan mobil inpentaris Purnama." Bapakmu kena hukum opini, Kijang bapakmu lebih besar dari Honda Astrea."


"Jadi, massa menyalahkan bapak, bu?"


"Iya, motor itu yang seharusnya salah, tanpa SIM, STNK, ugal-ugalan dijalan sempit, ditambah mabok, tetap, kendaraan kecil selalunya dianggap korban."


Di satu sore.


"kalian kemas-kemas!, kita akan pindah rumah malam ini." Ungkap Ibu, “Semua pakaian dibuntal, Setiap kalian nanti membawa gondolan, apa pun itu! Saatnya angkat kaki dari rumah ini.”


Sepetak rumah dengan ukuran 12x10m. akan menjadi milik orang lain mulai esok hari. Uangnya dipakai ganti rugi korban tabrakan dan perbaikan mobil Purnama. Semenjak tabrakan itu, bapak tak lagi kerja di Purnama.


Tiba malam. Ada empat becak di luar rumah. Dua lemari baju, satu lemari tempat biasa ibu menyimpan makanan dan lemari tempat menyimpan koleksi buku diangkut dua becak. Bapak naik satu becak beserta perabotan dapur. Ibu dan si bungsu -karena masih kecil- naik satu becak bersama buntalan-buntalan. Sementara empat bujang berduyun-duyun memangku gondolan di tepi jalan raya. Tak ada kata gengsi. Buang saja!


“Di sebelah mana rumah baru kita, kak?”


“Ikuti saja! Dekat kok”


Tanpa lantai semen, keramik, atau marmer. Hanya tanah yang dibuat rata. Gubuk bilik tanpa dapur dengan lampu 10 watt membagi dua ruangan. Dingin, kalau malam tiba, angin masuk semaunya. Biliknya tipis berlubang-lubang. Maklum harga kontrakannya hanya 15.000 rupiah perbulan.


Bapak menebali bilik itu dengan membaluti kertas roti yang didapat dari sampah toko matrial. Lumayan, angin tak lagi menusuk-nusuk.


“Bangun... bangun, nak! Jangan sampai kita didahului yang punya MCK.” Setiap sebelum subuh, si bujang dibangunkan. Mandi, pakai seragam putih biru dan menanti panggilan subuh berkumandang. Selepas sembahyang munfarid, dua keresek kue-kue dihantar jalan kaki ke warung dekat rumah Nenek yang tak jauh dari tempat sekolah. Sampai di sekolah melanjutkan PR-PR yang belum rampung.


Pulang sekolah, berlanjut membantu bapak menggarap lahan milik tuan servis las. Sebidang tanah bekas tempat membuang sampah di depan kontrakan itu akan disulap menjadi keringat. Setelah mengalirkan air ke dalam petak itu, bapak dan si bujang mengaduk-aduk dan mengusap-usap di buat rata. Beling dan serpihan seng kerap membuat pedih kaki si bujang dan bapak.


"Jangan di gubris nak!, biarkan kakimu berkenalan dengan benda-benda itu. Nanti sore dikucuri Betadin"


Terkadang membantu ibu membuat lontong-lontong daun pisang. Begitu, sampai sore. Sebelum kumandang maghrib, beserta adik menyusur trotoar menuju Masjid mengaji. Sepulangnya, mengerjakan PR-sekolah sampai pukul 21. Berlanjut membantu ibu membuat kue apem, dadar gulung dan yang lainnya tak ingat lagi. Bangun cepat lagi, begitu lagi. Kendati begitu-begitu saja, sandang juara kelas bisa diraih si bujang.


Asparagus? Oh, iya. Semenjak tabrakan itu, tak pernah lagi ada semangkuk bubur asparagus terhidang di sore hari. Dan semenjak itu pula, tak pernah lagi terdengar kata asparagus.


Waktu bergulir, tak terasa. Ramadhan 1429, berada di Katamea Height, menjemput rejeki di Villa Golf. Tiap kali iftor, terdapat jenis hidangan yang tak terlalu asing. Mulukhia, ya... itu dia, Mulukhia yang pernah nyicip sekali saja di flat kedua tahun lalu. Rupa lendir mirip ingus itu percis bubur asparagus. Komposisinya serbuk daun mulukhia hijau. Cara memasaknya seperti merebus mie instan. Kandungan gizi dan khasiatnya sama seperti asparagus.


Hah.. asparagus? Bapak? Sambil menghadap hidangan iftor, teringat bubur asparagus yang biasa dibawa bapak dari Restoran Purnama 12 tahun lalu. Mengenang Bapak dan kepeduliannya terhadap kesehatan, sejak itu, mulai bisa berkata "suka" untuk Mulukhia. Dan untuk asparagus kelak. Insya Allah.





Label:

posted by Kepinding @14.19 // 0 souls being nibbled

10 April 2008


Hening. Terlihat sebagian menggaruk-garuk kepala. Indonesia bareng Malaysia, Azhar lawan Zagazig, Banin tambah Banat. Dengan nada ragu, diantara hadirin ada yang bergumam:

Zaqaziqun” (زقازيقون)

Bukan. Bukan itu jawabannya. Rancu. Bahkan terkesan lucu. Pemateri hanya tersenyum menantang. Lagi-lagi suasana lengang terpekur. Bentuk apa kiranya yang cocok. Berulang-ulang, Ust. Sugeng Hariadi, Lc. mendikte pertanyaan, mencari
generasi Sibaweih abad ini. Anak Ushuluddin, Syariah, Medik dan utamanya Lugah yang nota bene kesehariannya ngutak-ngatik sintaksis di bangku kuliah.

Zaqaziqat” (زقازيقات)

Telunjuknya berdiri, badannya nyerobot, teriaknya Pe-De. Saking semangat, peserta yang berada di hadapan beliau hampir rubuh. Ialah Minan el-Kindy; anak lugah tahun dua.

“Ya, tepat” tegas pemateri.

Hadirin bertepuk tangan kagum. Pemateri tersenyum. gW mematung mancari kepastian. Kenapa Zaqaziqat?... Zaqaziq (زقازيق) sendiri merupakan bentuk plural dari Zaqzuq (زقزوق) yang berarti nama sebuah bunga. Angan mulai terbang, dan hinggap di bangku Mustawa 3 Ma’had Al-Imarat Bandung, diktat Hadits, “Iyyakum wal-julusa bith-thuruqat”.


Ya, itu dia “Thuruqat” (طرقات). Sampel kongkrit persis “Zaqaziqat”. Bentuk plural dari jamak “Thuruq” (طرق) yang berasal dari tunggal “Thariq” (طريق) yang bermakna leksikal “jalan”. Grammarian menterminologikannya dengan sebutan Jam`ul Jam`i (Plural Jamak).

Telmi… telmi… telmi. Padahal lima hari sebelumnya ngasih soal tentang Jam`ul Jam`i di acara Cerdas Cermat Madaris Ta’limiyah DPD Term II 2008. Bahlulllll… kok gak mikir kesana ya???


Sepulang dari acara Workshop Literatur Turats itu, buku handalan, “Jami`ud-Durus” Mustafa el-Galayini ditarik. Pelajaran musti diulang lagi. Parah banget jadi telat mikir. Mungkin akibat banyak dosa. Maafkan Tuhan!


NB:
Zaqaziq tuh fonem dari “زقازيق” yang bila di ortografkan kedalam latin menjadi Zagazig. Qaf (ق) berubah menjadi huruf "g". Untuk secuil membahas perubahan ortografi arab ke latin, bisa dicekidot pada cerita yang satu ini >>> Ya Ahma... 3X



Label:

posted by Kepinding @20.27 // 0 souls being nibbled


Home Page



WELCOME
to
BiLik Kepinding
_About_
  • Blog
  • Me
  • My Name
  • Sotoy Mode On
  • Ada Apa Dengan Sareupna
  • Dialektika Luqman
  • Hujan Dalam Al-Qur'an
  • Ketika Sastra Berpolitik
  • Korelasi Politik & Tasawuf
  • Positif Thinking
  • Memaknai Kata "Rokok"
  • Rupa Allah
  • Silaturahmi, Menyoal Etimologi
  • Sanggar Sastra
  • Tahun Kesedihan
  • Tentang Hari
  • Tentang Setan
  • Acak adut
  • Bangkit Itu...
  • Buta Politik
  • Gayus Tambunan
  • KTP Tanpa Kolom Agama
  • Malaikat Yang Gelisah
  • Manisnya Negeriku
  • Menciptakan Teroris
  • Model Manusia Ala Syafi'i
  • Mother Nature
  • Teko
  • Pemulung Sampah
  • Sesal Mahatma Gandhi
  • Pernyataan Sikap MUI Terkait Pemblokiran Situs Islam Online
  • Sahal Mahfudz
  • Terima kasih Malaysia
  • Qana'ah Aku
  • Angin Goeroen
  • Abu Nawas di DPD
  • Asparagus Vs Molokhia
  • Curi-curi Pandang
  • Domba = Embek
  • Feminin But Maskulin
  • Gembel Loba Bacot
  • Keroncongan
  • Maafkan Aku Tuhan!
  • Ninja Egypt
  • Paranormal St. Farouk
  • Perang Nyok !!
  • Reboisasi Tai Kebo
  • Sate Hijriyah
  • Tadabburrr
  • Ya Ahma... 3x
  • Ngigau DotKom
  • Aku Naluri
  • Aribieku
  • Berhentilah, Pak Tua
  • Berkasih
  • Bertarung
  • Biarkan Aku
  • Caliphate Itu
  • Globe Esok
  • Goblok Anakmu, Ibu
  • Intifadhah
  • Jas Apa?
  • Kelas Tambahan
  • Kudeta atau
  • Lelap
  • Madrasah Masa Depan
  • Malam Qadar
  • Mayday
  • Mendebur
  • Emansipasi
  • Menggeledah
  • Menghidu
  • Merasai
  • Monolog Sepi
  • Mumpung
  • Nomadic Chronicle
  • Pak Kumis
  • Paul et Verginie
  • Ramlah
  • Rongsok Senja
  • Sang Najmah
  • Sapu Lidi
  • Setak-setik
  • Terjegal
  • Terseret
  • The Stool Pigeon
  • Titip Peluk
  • Trotoar
  • Gemuruh
  • Aahh... 2020/1442
  • Bercakap Bersama Rabi'ah
  • Celoteh Demokrasi
  • Dialog Diri
  • Gigit Koruptor !!
  • Jalan Raya Kehidupan
  • Layar Listrik
  • Memaknai Rakyat
  • Menciptakan Teroris
  • Menikmati Demokrasi
  • Mrs. Suzanne
  • Prinsip Hidup
  • Polarisasi Media
  • Racau Terminal
  • Seragam SD
  • Surat untuk Pak Alwi
  • Teruntuk Adik
  • _Memoar_
  • Nurdin Bucek
  • Three Musketeers
  • Tragedi Jalan DAM
  • Ummu Alif
  • Galeri Koleksi
  • Dimana Pun Berada, Aku Akan Shalat
  • Inikah Kode Etik Perang Itu?
  • Kamar Bujang Goeroen
  • Perestroika
  • Tank Revolusi 25 Januari
  • Apa Kata Mereka Tentang Saya?
  • Kata Syahrul Fakhri
  • Kata Ramadhan El-Syirbuny